Sabtu, 29 Maret 2014

Dahsyat! Ayat-ayat Al-Qur'an Sebagai Roh dalam Perkembangan Sains dan Teknologi



ANNUAL INTERNATIONAL CONFERENCE ON ISLAMIC STUDIES (AICIS) atau Konferensi Internasional Kajian Islam ke-XIII dengan tema "Distinctive paradigm of Indonesian Islamic Studies towards Renaissance of Islamic Civilization". Kegiatan ini diselenggarakan di hotel Sentosa Lombok Mataram, dari tanggal 18- 21 Nopember 2013 lalu.

AICIS merupakan kegiatan tahunan yang awalnya merupakan pertemuan pimpinan dan kegiatan ilmiah pascasarjana dilingkungan Kementerian agama pada tahun 2001, dan seterusnya berlansung setiap tahun. Pada 2012, kegiatan diselenggarakan di UIN Surabaya dan tahun sebelumnya diselenggarakan IAIN Bangka Belitung. UIN Suska Riau pernah menjadi tuan rumah tahun 2007.

Tahun 2013 ini IAIN Mataram sebagai tuan rumah dan kegiatan ini dihadiri oleh 1000 peserta termasuk pembicara dari 10 negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunaidarussalam, Maroko, Amerika, Filipina, England, Jerman, Australia). Peserta yang terbanyak dari Indonesia mewakili seluruh propinsi. Dimana, seluruh rektor dan utusan profesor dari IAIN, UIN, STAIN se-Indonesia.

Kegiatan ini merupakan ajang silaturahmi pimpinan perguruan tinggi Islam, dosen dan peneliti serta sharing ilmu dan hasil penelitian disegala bidang yang terkait dengan keislaman. Selain Keynote speaker, dan pemakalah undangan dari 10 negara, dosen diberi peluang untuk tampil dalam sesi parelel. Dari 900 lebih makalah yang diseleksi panitia AICIS 2013 maka dinyatakan lulus 128 makalah untuk dipresentasikan dalam kegiatan ini selain dari keynote speaker.

Dari UIN Suska Riau presenter yang lulus seleksi dan diundang mempresentasikan makalah sebanyak lima orang yaitu Prof. Dr. Muhmidayeli, M.Ag, Dr. Yasril Yazid, Dr. Raihani, M.Ed, Dr. Hairunnas Rajab, dan Amirah Diniaty, M.Pd, Kons.

Kegiatan yang dibuka oleh Menteri Agama RI Dr. H.Suryadharma Ali, M.Si. Hal menarik yang perlu menjadi catatan dari kegiatan ini adalah tema Distinctive paradigm of Indonesian Islamic Studies towards Renaissance of Islamic Civilization merupakan terobosan yang harusnya menjadi perhatian ilmuan muslim. Hal ini karena Islam di Indonesia penuh warna dan bunga. Banyak nuansa budaya yang mewarnai kegiatan keagamaan seperti, tujuh bulanan, walimah khitan, walimah, kegiatan pulang mudik yang banyak menyerap biaya.

Menurut salah satu nara sumber Prof Azzumardi Azra, masyarakat muslim Indonesia tidak mau menyelenggarakan Islam yang primitive tetapi berwarna dan fariasi. Islam itu sendiri adalah panduan dalam semua aspek kehidupan orang muslim Indonesia, 88.2 % dari 240 juta populasi muslim di dunia adalah dari Indonesia. Indonesia adalah juga Negara demokrasi yang terbesar nomor tiga setelah India dan Amerika. Dengan potensi yang dimiliki oleh muslim Indonesia tersebut, kenyataannya terkait dengan kajian KeIslaman masih banyak persepsi yang salah dan perlu diperbaiki, sehingga kehidupan muslim di Indonesia bisa menjadi lebih maju.

Salah satu persepsi yang perlu dirubah dikalangan masyarakat kita yaitu dikotomi ilmu keIslaman dan ilmu umum dalam membina cendikiawan muslim. Ada anggapan orang dianggap akan banyak mendapat pahala dan dijamin baik akhlaknya ketika ia belajar tentang agama Islam seperti Fiqih, Hadist, dan sebagainya. Sementara pelajar yang menekuni ilmu umum dianggap tidak mendapat pahala. Bahkan dianggap sekuler atau tidak berakhlak.

Miris sekali sebenarnya karena seharusnya antara ilmu keIslaman dan ilmu umum harus dapat diintegrasikan. Untuk itu, perlu ada pengkaitan antara ilmu murni dengan ayat-ayat AlQuran. Seharusnya agama dijadikan sebagai roh dalam mempelajari sain dan teknologi. Seperti mempelajari tentang atom dan antariksa, dapat dilihat dari perspektif alquran.

Dengan tema Distinctive paradigm of Indonesian Islamic Studies towards Renaissance of Islamic Civilization diharapkan paradigma baru muncul bahwa ilmuwan Muslim Indonesia muncul memberi pencerahan dalam perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Diharapkan Indonesia 25 tahun kedepan dapat dijadikan sebagai labor dan kiblat studi Islam di dunia.

Untuk itu harapan besar terhadap perguruan tinggi Islam seperti UIN- STAIN harusnya memiliki nilai plus yaitu integrasi keilmuan dan keislaman yang membedakannya dengan PTN umum. Perguruan tinggi agama kedepan bisa menjadi pilihan pertama bagi lulusan sekolah menengah untuk melanjutkan studinya.

Mencapai hal ini kerja keras seluruh civitas akademika di Perguruan Tinggi Agama Islam ditantang mewujudkan lembaganya sebagai world class university. Perguruan tinggi Islam harus mampu mempromosikan tentang lembaganya ke luar negeri sehingga mahasiswanya bukan hanya dari domistik tetapi juga dari luar negeri. PTAIN ditantang untuk berani unjuk gigi, jemput bola dan publish kemana saja untuk dapat dikenal oleh masyarat baik dalam dan luar negeri.

Terkait dengan itu UIN Suska Riau dalam hal ini sesuai dengan visi-misinya juga berbenah dan mempersiapkan diri menjadi world class university ditahun 2025. Kegiatan AICIS di Mataram selama tiga hari ditutup oleh Wakil Menteri Agama Republik Indonesia pada hari malam Rabu 20 November 2013. Beliau berharap muncul cendikiawan muslim yang terus menggali ilmu dunia dan agama demi kemaslahatan hidup didunia dan akhirat.

Menarik dalam acara penutupan, acara mendatangkan tokoh Imam Besar Mesjid di New York Amerika yaitu Ustad Salman Ali. Menurutnya ada tantangan yang harus dijawab oleh umat muslim agar dapat mengembalikan kejayaan Islam yaitu globalisasi dimana semua serba cepat tanpa ada jarak dan waktu yang memisahkan, dan perlunya tim work atau kerjasama. Kejayaan Islam tidak akan diperoleh ketika umat muslim merasa eksklusif tidak mau berbaur, tidak mau belajar teknologi dan tidak mau bekerjasama dengan umat lain. Hal ini perlu menjadi renungan dan catatan bagi kita bersama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger